Baleg DPR RI: Perjelas Konsep di RUU, BPKH Harus Berhati-hati Lakukan Tindakan Hukum Privat

  1. Beranda
  2. Berita
  3. BADAN - BADAN DPR RI
Anggota Baleg DPR RI, Ahmad Irawan dalam Pleno di Ruang Rapat Baleg, Senayan,(5/11). Foto : TVR Parlemen

Baleg DPR RI: Perjelas Konsep di RUU, BPKH Harus Berhati-hati Lakukan Tindakan Hukum Privat

Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Irawan menyoroti pentingnya kejelasan konsep kelembagaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait pengelolaan keuangan haji. 

Dalam rapat pleno atas usulan Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi RUU pengelolaan keuangan haji, Irawan menekankan bahwa konsep BPKH sebagai badan hukum publik yang dapat melakukan tindakan hukum privat perlu diperjelas agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Menurutnya, lembaga yang dapat melakukan perbuatan hukum perdata pada umumnya adalah badan hukum privat. 

"Karena itu konsep BPKH yang bersifat publik namun diberi kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum privat harus dirumuskan dengan hati-hati," kata Irawan dalam Pleno di Ruang Rapat Baleg, Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (5/11/25). 

Irawan mencontohkan beberapa lembaga dengan karakter serupa seperti Pusat Investasi Pemerintah, Lembaga Pengelola Investasi (LPI), dan Sovereign Wealth Fund. Namun, berbeda dengan lembaga-lembaga tersebut yang mengelola dana pemerintah, sumber keuangan haji berasal dari dana setoran calon jemaah yang bersifat titipan.

“Namanya titipan, kalau berkurang ya bisa dikategorikan sebagai penggelapan. Maka kehati-hatian dalam pengelolaan dana ini wajib dijaga,” jelasnya.

Lebih lanjut, Anggota Komisi II DPR RI ini juga menyoroti ketentuan dalam RUU yang memungkinkan BPKH menanamkan dana haji dalam berbagai instrumen investasi seperti surat berharga, emas, investasi langsung, dan bentuk lainnya. 

Menurutnya, investasi langsung yang berpotensi memakan waktu lama untuk memperoleh keuntungan harus diperhitungkan secara cermat agar tidak mengganggu pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji. 

“Jangan sampai anak usaha BPKH justru tidak bisa mengembalikan modal dalam waktu cepat, dan akhirnya mengganggu pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji,” lanjutnya.

Selain itu, Irawan menekankan pentingnya penyelarasan kebijakan penyelenggaraan haji di Indonesia dengan kebijakan terbaru Pemerintah Arab Saudi. Perubahan paradigma sistem haji yang sedang dirumuskan, menurutnya, harus disosialisasikan dengan jelas kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

“Contohnya waktu Arab Saudi memperbolehkan umrah mandiri, di sini malah ada asosiasi yang menolak. Ini menunjukkan kita belum sinkron dengan perubahan kebijakan di sana,” pungkasnya.