Maruli Siahaan dorong Sistem Layanan Cepat bagi ABG guna Minimalisir Risiko Anak Kehilangan Keearganegaraan

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI XIII
Anggota Komisi XIII DPR RI, Maruli Siahaan saat RDP/RDPU di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11). Foto : dpr.go.id

Maruli Siahaan dorong Sistem Layanan Cepat bagi ABG guna Minimalisir Risiko Anak Kehilangan Keearganegaraan

Jakarta — Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar,Maruli Siahaan menyoroti batas usia Anak Berkewarganegaraan Ganda (ABG) yang diusulkan berubah dari 18-21 tahun menjadi 18–26 tahun. Ia menilai revisi tersebut perlu diikuti mekanisme pengawasan, perlindungan, dan skema transisi yang jelas agar anak tidak kehilangan status kewarganegaraan akibat kendala administrasi maupun minimnya informasi prosedural.


“Masih terdapat risiko anak kehilangan kewarganegaraan karena ketidaktahuan prosedur atau keterlambatan administrasi. Kami menyarankan perlu adanya sistem unit layanan tanggap cepat serta jalur darurat permohonan bagi ABG di luar negeri,” kata Maruli dalam Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP/RDPU) Komisi XIII bersama Dirjen AHU Kementerian Hukum, Dirjen Imigrasi, serta perwakilan Harapan Keluarga Antar Negara (HAKAN) dan Aliansi Perkawinan Antar Bangsa (APAB) di Gedung Nusantara II, Senayan, Kamis (27/11/25).


Maruli Siahaan mengingatkan bahwa penambahan masa pilihan kewarganegaraan lima tahun bagi ABG tidak akan efektif bila birokrasi dan administrasi masih rumit. Ia meminta pemerintah merancang mekanisme perlindungan transisi yang konkret, termasuk konsolidasi pengawasan dokumen kewarganegaraan agar anak tidak tiba-tiba kehilangan status karena melewati batas waktu pengurusan.


Selain itu, ia juga menyinggung fasilitas diaspora yang ditawarkan pemerintah melalui Peraturan Presiden. Menurut Maruli, hingga kini belum ada penjelasan rinci mengenai bentuk hak, perlindungan, dan batasan status khusus diaspora tersebut. “Kami mengharapkan supaya (ada kejelasan) hak dan kewajiban, termasuk juga batasan tersebut,” tegasnya.


Ia juga meminta kejelasan jalur resmi bagi diaspora untuk kembali memperoleh status WNI, termasuk penyederhanaan persyaratan pemulihan status ABG. Ia menilai syarat administrasi yang memakan waktu, seperti kewajiban menyerahkan bukti pelepasan kewarganegaraan asing, perlu dipangkas, terutama bagi anak yang secara hukum masih jelas memiliki keterikatan dengan Indonesia.


Maruli juga mengusulkan pemberian surat status kewarganegaraan sementara bagi ABG yang tengah dalam proses administratif guna mencegah kondisi tanpa kewarganegaraan. Ia menekankan perlunya prosedur bantuan hukum dan administrasi melalui perwakilan RI di luar negeri.


Menutup pernyataannya, Maruli menyoroti perlunya akses layanan imigrasi di daerah-daerah untuk memudahkan masyarakat. “Unit-unit pelayanan (perlu diperluas) ke berbagai provinsi, termasuk di Sumatera Utara dan daerah lain, agar masyarakat mendapat proses yang cepat,” pungkasnya.