

Ancaman Selat Hormuz Ditutup, Legislator Ingatkan Pemerintah Percepat Transisi Energi
Jakarta – Komisi XII DPR RI menyoroti risiko penutupan Selat Hormuz terhadap ketahanan energi nasional. Legislator Fraksi Golkar, Chritiany Eugenia Paruntu (CEP), menegaskan bahwa kenaikan harga minyak global bisa langsung mengerek biaya impor BBM dan mengguncang APBN serta daya beli masyarakat.
Selat Hormuz menjadi jalur transit sekitar 20% pasokan minyak dunia (~17 juta barel/hari). Gangguan di sana diperkirakan mendorong harga dunia naik signifikan, yang nantinya akan berdampak ke dalam negeri.
“Kalau harga minyak dunia naik drastis, efeknya langsung terasa ke biaya impor BBM kita. Ini bisa ganggu fiskal dan tekan daya beli masyarakat,” kata CEP, Senin (23/6).
CEP menegaskan bahwa krisis global ini seharusnya dijadikan momentum percepatan transformasi energi nasional. Pemerintah didorong untuk mengakselerasi proyek hilirisasi migas, terutama dalam pembangunan kilang dan pemanfaatan produk turunan migas seperti petrokimia dan BBM berkualitas tinggi. Selain itu, CEP juga menekankan pentingnya memperluas bauran energi nasional dengan meningkatkan kapasitas energi baru dan terbarukan (EBT)—seperti panas bumi, surya, dan bioenergi—yang masih menyumbang kurang dari 13% dari total konsumsi energi nasional. Upaya peningkatan efisiensi energi di sektor industri dan transportasi juga dinilai krusial untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor migas dan menekan lonjakan permintaan dalam jangka panjang.
Ia juga mendorong percepatan realisasi proyek-proyek strategis seperti pembangunan kilang di Tuban dan Balikpapan, yang hingga kini masih menghadapi tantangan teknis dan investasi. Menurutnya, keberhasilan proyek-proyek ini sangat penting untuk menurunkan ketergantungan terhadap impor BBM, sekaligus menciptakan nilai tambah dari sektor migas dalam negeri.
Tak hanya itu, CEP juga meminta pemerintah untuk memperluas diplomasi energi dengan negara non-Timur Tengah, seperti Rusia, Australia, dan Afrika, untuk diversifikasi pasokan dan mengurangi ketergantungan impor.
“Kita harus tunjukkan bahwa Indonesia serius bangun kemandirian energi. Jangan nunggu krisis baru bertindak,” tegas CEP.
Sebagai langkah konkret, DPR mendukung percepatan pembangunan kilang baru, modernisasi infrastruktur penyimpanan, serta perluasan diplomasi energi agar Indonesia semakin kuat menghadapi risiko geopolitik dan menjamin kestabilan energi nasional.