Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko
KEBUNTUAN SERTIFIKASI DAN INPASSING GURU MADRASAH, KOMISI VIII DPR TAWARKAN SOLUSI KONGKRIT BERPIHAK PADA KEADILAN
Jakarta, 27 Oktober 2025 – Persoalan sertifikasi dan inpassing guru madrasah yang berlarut-larut harus segera diakhiri dengan langkah-langkah konkret dan berpihak pada keadilan. Hal ini ditegaskan oleh Singgih Januratmoko, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Golkar, Dapil Jawa Tengah V, menanggapi kompleksitas permasalahan sertifikasi dan inpassing yang dihadapi oleh ribuan guru madrasah di seluruh Indonesia.
“Data capaian sertifikasi dan PPG dari Ditjen Pendis, serta besarnya anggaran tambahan sebesar Rp 2,728 triliun yang kami setujui, harusnya menjadi momentum percepatan, bukan sekadar angka statistik. Kenyataannya, justru masih ada 381.326 guru yang tertinggal dan enam masalah mendasar yang disuarakan PGIN belum tuntas. Ini adalah pekerjaan rumah besar yang harus kita selesaikan bersama,” ujar Singgih dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (27/10/2025).
Singgih menyoroti enam poin krusial yang diangkat Persatuan Guru Inpassing Nasional (PGIN), yang menurutnya merupakan cerminan kegagalan sistemik. “Dari kuota PPPK yang tidak pro guru madrasah swasta, revisi PMA 43/2014 yang menghapus pengakuan masa kerja, hingga hutang TPG dan ancaman pemotongan insentif, semua ini adalah bom waktu yang harus segera kita netralisir. Guru-guru yang telah mengabdi puluhan tahun tidak boleh lagi dirugikan,” tegasnya.
Politisi Partai Golkar Dapil Jateng V ini mendesak adanya langkah-langkah korektif yang fundamental. Singgih mendorong perlunya revisi menyeluruh terhadap Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 43 Tahun 2014. “Prinsip keadilan harus ditegakkan. Pengakuan masa kerja guru adalah hak yang tidak boleh dihapus. Revisi peraturan ini harus menjadi prioritas Kemenag untuk mengembalikan hak-hak para guru,” papar Singgih.
Sedangkan terkait anggaran tambahan yang sudah disetujui DPR, Singgih menekankan pentingnya transparansi dan penyaluran yang tepat sasaran. “Anggaran Rp 2,728 triliun itu komitmen DPR. Namun, kami akan awasi ketat implementasinya. Dana ini harus mampu menyentuh persoalan hutang TPG, meningkatkan insentif guru honorer, dan memastikan kuota PPPK bagi guru madrasah swasta diperluas secara signifikan dan transparan,” imbuhnya.
Singgih juga mendorong pendekatan dialogis yang melibatkan semua pemangku kepentingan. “Aspirasi ribuan guru dalam Simposium Nasional dan Rembuk Madrasah, serta suara PGIN, tidak boleh diabaikan. Mereka adalah mitra strategis. Kita perlu duduk bersama untuk merumuskan roadmap penyelesaian yang inklusif dan berkelanjutan, bukan sekadar kebijakan dari atas meja,” ajaknya.
Menurut Singgih, program Inpassing seharusnya bisa dihapuskan saja. Pengangkatan guru madrasah dalam PPPK, cukup berbasis data program sertifikasi dan pemberian Tunjangan Profesi Guru (TPG). " idealnya kalua sudah mendapatkan sertifikasi, tidak perlu lagi ada inpassing, karena itu berarti kerja dua kali bikin jadi ribet secara adminsitratif" tegas Singgih.
Menurut Singgih, pengangkatan PPPK berbasis sertifikasi dan TPG juga merupakan bentuk pengakuan negara (recognition) terhadap peran dan partisipasi masyarakat dalam mendukung pendidikan nasional. " Bagi guru guru senior swasta yang sudah mengajar puluhan tahun, sudah tua dan mungkin tersisa 5 tahun mau pensiun, serta sudah mendapatkan sertifikasi, bisa langsung diangkat menjadi PPPK, itu sesuatu yang sangat berarti dan bentuk pengakuan negara atas dedikasinya dalam memajukan pendidikna nasional" ungkapnya.
Sebagai wakil rakyat dari Dapil Jateng V yang banyak memiliki madrasah, Singgih berjanji akan terus mendorong dan mengawal penyelesaian persoalan ini di tingkat legislatif. “Masa depan pendidikan madrasah dan kualitas generasi penerus bangsa sangat bergantung pada kesejahteraan dan kepastian hukum bagi para gurunya. Kita tidak boleh mengecewakan mereka lagi. Saatnya buktikan komitmen dengan aksi nyata,” tutup Singgih Januratmoko.
