Anggota Komisi V DPR RI Daniel Mutaqien Syafiuddin saat mengikuti Kunker Spesifik Komisi V ke Kantor Jalan Tol PT Marga Trans Nusa (MTN) di Kota Tangerang Selatan,(13/11). Foto: IG @danielmsy_309
Daniel Mutaqien; Pengaturan ODOL Jadi Tantangan Utama untuk Penuhi SPM Jalan Tol
Tangerang Selatan - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Daniel Mutaqien Syafiuddin menegaskan bahwa pengaturan mengenai Over Dimension Over Load (ODOL) harus dilihat sebagai bagian integral dari sistem besar pengelolaan jalan tol, bukan hanya soal pelanggaran muatan. Ia menyebut kualitas layanan jalan tol sangat dipengaruhi oleh apakah semua komponen sistem regulasi, pengawasan, dan koordinasi antarinstansi berjalan dengan baik.
Daniel mencontohkan, ruas Tol Kunciran–Serpong yang mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) hingga 100 persen. Hal itu karena mayoritas kendaraan yang melintas adalah golongan I dan hampir tidak ada truk kelebihan muatan.
“Mayoritas kendaraan 60 ribu (mobil) yang melintas itu golongan satu. ODOL relatif tidak ada, jadi bisa mencapai SPM 100 persen,” kata Daniel saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR ke Kantor Jalan Tol PT Marga Trans Nusa (MTN) di Kota Tangerang Selatan, Banten, Kamis (13/11/25).
Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan bahwa sistem jalan tol yang baik tak hanya soal konstruksi fisik atau anggaran pemeliharaan, tetapi juga soal bagaimana kendaraan yang lewat sesuai dengan aturan. Daniel juga membandingkan situasi tersebut dengan ruas lain seperti Tol Cipularang, di mana meskipun sudah tersedia jembatan timbang otomatis (WIM), truk ODOL masih bisa melintas.
“Walaupun sudah ada WIM, tetap saja kendaraan berindikasi ODOL bisa melintas. Faktanya di Cipularang tidak bisa mencapai SPM 100 persen,” ujarnya.
Oleh karena itu, dirinya menilai bahwa keberadaan ODOL menandakan bahwa seluruh sistem menjadi kurang efektif, umur jalan menjadi lebih pendek, biaya pemeliharaan meningkat, dan kinerja operator jalan tol terdampak. Dalam kerangka regulasi, ia menyebut bahwa upaya penanganan ODOL saat ini selaras dengan proses revisi UU LLAJ di Komisi V DPR RI.
Diketahui bahwa Komisi V DPR RI tengah mempercepat pembahasan revisi UU LLAJ, yang mana salah satu tujuan adalah menyempurnakan regulasi terkait tanggung jawab pelaku angkutan barang, pemilik kendaraan, serta pengaturan dimensi dan muatan. Saat ini, dalam ketentuan semula, misalnya dalam Pasal 307 UU LLAJ, pengemudi truk ODOL bisa dikenakan sanksi denda atau kurungan.
Namun, menurut berbagai pihak, regulasi ini belum mencakup secara komprehensif tanggung jawab pemilik kendaraan atau pemilik barang. Proses revisi UU LLAJ ditargetkan untuk memungkinkan kebijakan “Zero ODOL” yang diberlakukan hingga tahun 2027.
Dengan itu, Daniel meminta agar pengelola tol dan otoritas terkait melihat revisi UU LLAJ bukan hanya sebagai perubahan regulasi semata, tapi sebagai bagian dari sistem yang lebih besar, dimana pemenuhan SPM dan kualitas jalan tol menjadi bagian dari kepatuhan terhadap dimensi dan muatan kendaraan, pengawasan di gerbang tol, dan integrasi data lintas instansi.
“ODOL sangat penting terhadap pemenuhan SPM di jalan tol. Kita tidak boleh lagi ada toleransi terhadap kendaraan-kendaraan ODOL,” tegas Daniel.
