

Yahaya Zaini Usulkan Pengiriman PMI Sektor Formal Melalui Kerjasama G to G
Jakarta - Komisi IX DPR RI Menggelar Rapat Kerja dengan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Sekjen Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), dan Atase Ketenagakerjaan di Arab Saudi, yang dilaksanakan di ruang rapat Komisi IX, Komplek Parlemen, Senayan, Senin, (28/4/25).
Adapun agenda pembahasan Raker tersebut diantaranya, membahas rencana pencabutan moratorium penempatan PMI di Arab Saudi, pembahasan inplementasi tata kelola perlindungan komperhensif bagi PMI, penguatan peran atase dalam pengawasan dan perlindungan PMI, pembahasan mekanisme bantuan hukum bagi PMi dari eksploitasi dan kekerasan, serta evaluasi penanganan PMI yang menjadi korban TPPO di Kamboja, Myanmar, dan Laos.
Dalam Raker tersebut, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Yahya Zaini menyoroti kebijakan pemerintah terkait pengiriman PMI sektor domestik secara besar-besaran usai moratorium dibuka.
Yahya menjelaskan bahwa pengiriman PMI harus selektif menyusul banyaknya insiden. Pengiriman pekerja domestik secara besar-besaran justru kurang arif.
“Karena saya tidak setuju kalau langsung dibuka blar gitu, pekerja domestik langsung diberikan ruang, itu menurut saya kurang arif ya. Karena kita sudah lama melakukan moratorium, maka tiba-tiba dibuka begitu, jebol,” kata Yahya dalam Raker tersebut.
Oleh karena itu, Yahya mengusulkan, pemerintah perlu mengirim tenaga kerja sektor formal terlebih dahulu. Bahkan, kalau bisa, kerja samanya berkonsep antar pemerintah (government to government/G to G), bukan antar perusahaan (business to business/B to B).
“G to G, Pak Menteri, karena G to G itu zero accident, zero case. Pengalaman kita mengirim tenaga formal G to G ke Korsel dan Jepang sampai dengan saat ini tidak pernah ada kedengaran kasus yang terjadi karena semuanya jelas,” jelasnya.
Yahya menyarankan, pemerintah melakukan profilisasi (profiling) jenis pekerjaan yang diminati di Arab Saudi. Profilisasi diperlukan untuk merumuskan konsep perlindungan yang diambil pemerintah, utamanya jika kebutuhan pekerja di sektor domestik lebih banyak.
“Kalau misal yang banyak pekerja rumah tangga, maka ini harus hati-hati kita untuk memberikan perlindungan. Sehingga tidak secara otomatis pengirimannya langsung dibuka untuk domestik,” ungkapnya.
Sebagai informasi, pemerintah berencana mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi, setelah dibekukan sejak 2015 berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015, menyusul tingginya angka kekerasan terhadap PMI.