Ridwan Bae Dorong Sinergitas Kemenhub dengan BPLJSKB Tangani Persoalan Kendaraan ODOL

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI V
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Fraksi Partai Golkar, Ridwan Bae saat mengikuti kunker Komisi V di BPLJSKB Bekasi, (9/5), Foto : dpr.go.id

Ridwan Bae Dorong Sinergitas Kemenhub dengan BPLJSKB Tangani Persoalan Kendaraan ODOL

Bekasi - Wakil Ketua Komisi V DPR RI, dari Fraksi Partai Golkar, Ridwan Bae menyoroti pentingnya sinergitas antara Kementerian Perhubungan dan Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB) dalam menangani persoalan kendaraan over dimension dan over loading (ODOL). Sebab, persoalan ODOL ini masih menjadi penyebab utama kerusakan jalan dan kecelakaan lalu lintas di Indonesia.

Hal ini disampaikan Ridwan dalam kunjungan kerja spesifik Komisi V DPR RI ke fasilitas pengujian kendaraan BPLJSKB di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (9/5/25). 

Pada kesempatan tersebut, Ridwan Bae menyatakan apresiasinya terhadap kemajuan fasilitas BPLJSKB. Namun, ia menekankan bahwa pengujian kendaraan saat ini masih terbatas pada standar dasar tanpa memperhitungkan modifikasi dimensi yang berkontribusi besar terhadap persoalan keselamatan.

“Kalau saya lihat ini, kelayakan ini memang sangat penting. Bahkan luar biasa, Indonesia sudah punya fasilitas seperti ini. Tapi masalahnya adalah, seharusnya perhubungan bisa koordinasi langsung dengan lembaga (Kemenhub) ini, terutama terkait keselamatan,” katanya

Ridwan menyoroti kasus-kasus kendaraan ODOL, yang tidak diuji secara khusus di balai ini, padahal modifikasi seperti penambahan lebar dan tinggi kendaraan sangat mempengaruhi beban muat dan potensi risiko kecelakaan.

“Kalau kendaraan dimodifikasi, otomatis bebannya naik. Dari berat 12 ton bisa jadi 20 ton. Ini jelas tidak seimbang dan sangat berbahaya. Harus ada komunikasi aktif agar lembaga ini juga bisa terlibat dalam pengawasan dan solusi terhadap ODOL,” jelasnya.

Menurut Ridwan, kecelakaan karena ODOL bukan hanya disebabkan oleh kelalaian pengemudi atau pengusaha angkutan, tetapi juga oleh modifikasi kendaraan yang tidak sesuai standar pasca-produksi. Ia meminta Kementerian Perhubungan menjadikan isu ini sebagai bagian dari kebijakan pengawasan terpadu.

“Industri memang memproduksi mobil sesuai ukuran. Tapi pembeli sering memodifikasi agar mobil lebih besar dan kuat. Inilah yang harus diawasi. Jangan sampai kendaraan lolos uji kelayakan padahal secara beban sudah melampaui batas,” pungkasnya.