Reses di Sumbar, Benny Utama Dorong Keseragaman Pemahaman mengenai Restorative Justice

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Benny Utama saat memimpin kunker reses Komisi III DPR RI ke Sumbar, (28/5), Foto : dpr.go.id

Reses di Sumbar, Benny Utama Dorong Keseragaman Pemahaman mengenai Restorative Justice

Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Benny Utama melakukan kunjungan kerja reses ke Kota Padang, Sumatera Barat, bersama rombongan Komisi III DPR RI, Rabu, (28/5/25).

Dalam kesempatan tersebut, Benny menyampaikan pentingnya penyamaan persepsi di antara aparat penegak hukum, terutama terkait penerapan konsep restorative justice. 

Dalam pertemuan bersama Kapolda Sumatera Barat dan jajaran aparat penegak hukum, Benny menekankan bahwa ujung tombak penerapan hukum di masyarakat berada di tangan petugas terbawah, yakni Bhabinkamtibmas. Ia mengimbau agar seluruh aparat, khususnya di lapisan terbawah, dibekali pemahaman yang sama tentang restorative justice.

“Ujung tombak terdepan itu kan kepolisian, ada Bhabinkamtibmas namanya, itu yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Jadi saya diimbau Pak Kapolda supaya mengundang seluruh aparatnya, terutama yang di jajaran terbawah itu, agar punya persepsi yang sama tentang restorative justice, apa yang boleh dan bagaimana mekanismenya,” ujar Benny usai memimpin kunjungan kerja reses tersebut.

Benny juga menyoroti pentingnya menghindari kesan negatif yang selama ini melekat, seperti istilah “di-86-kan” yang sering muncul di masyarakat. Benny menegaskan bahwa restorative justice bukanlah kompromi yang merugikan proses hukum, melainkan sebuah mekanisme resmi yang bertujuan menyelesaikan perkara pidana tertentu tanpa harus melalui proses peradilan.

“Kita harapkan aparatur kita di bawah itu mampu menafsirkan aturan mana yang bisa dilakukan restorative justice, dan bagaimana mekanismenya. Karena ini kan barang baru, untuk aparat penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan.” jelas Benny

Selain itu, Benny juga menjelaskan bahwa efektivitas penuh penerapan restorative justice akan terjadi setelah lahirnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru pada tahun 2026 mendatang. Namun, persiapan dan pemahaman perlu dimulai sejak sekarang.

Ia juga mengaitkan konsep restorative justice dengan nilai-nilai hukum adat yang telah lama hidup di masyarakat, khususnya di Sumatera Barat. 

“Di Sumatera Barat ini ada hukum adat yang bisa kita pakai dalam restorative justice. Jadi sebenarnya restorative justice itu sudah hidup di tengah-tengah masyarakat kita. Tinggal bagaimana kita melegalisasi dan memformalkannya.” ungkapnya.

Sebagai penutup, Benny berharap bahwa melalui restorative justice, tidak semua perkara pidana harus bermuara ke pengadilan, sehingga dapat mengurangi beban lembaga pemasyarakatan dan memberikan penyelesaian yang lebih berkeadilan bagi masyarakat. Kunjungan kerja ini menjadi bagian dari upaya DPR RI dalam mendorong reformasi hukum yang lebih humanis dan adaptif.