Antisipasi Polemik Seperti Aceh dan Sumut, Ahmad Irawan Usul Tetapkan Batas Wilayah Diatur UU

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar, Ahmad Irawan

Antisipasi Polemik Seperti Aceh dan Sumut, Ahmad Irawan Usul Tetapkan Batas Wilayah Diatur UU

Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Irawan mengusulkan perihal penetapan batas wilayah diatur dengan undang-undang (UU) tersendiri menyusul polemik sengketa 4 pulau antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Irawan juga mendorong agar dilakukan revisi terhadap sejumlah beleid Pemerintah terkait persoalan ini.

Pernyataan tersebut disampaikan Irawan sebagai antisipasi sengketa batas wilayah antar daerah seperti yang terjadi antara Aceh dan Sumut. Persoalan ini tengah ramai dibicarakan publik. 

"Ke depan, memang lebih memadai dari aspek konstitusional agar pengaturan mengenai batas wilayah diatur dan ditetapkan melalui undang-undang,” kata Irawan melalui rilis yang disampaikan kepada wartawan, Senin (16/6/25).

“Karena nyatanya batas wilayah menyangkut imajinasi bangsa dan daerah tentang sejarahnya, budayanya, masa depannya dan lain sebagainya,” lanjutnya.

Sebagai informasi, perselisihan batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara mencuat setelah penetapan kodefikasi wilayah oleh pemerintah pusat yang memicu penolakan dari sejumlah pihak di Aceh. Pengalihan status empat pulau ini termaktub dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang terbit pada 25 April 2025.

Adapun empat pulau yang dipersengketakan adalah Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang yang saat ini tercatat dalam administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pulau ini sebelumnya berada dalam administratif Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

Selain UU khusus, Irawan pun berpandangan diperlukan penyesuaian dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 141 Tahun 2017. Adapun PP Nomor 43 Tahun 2021 mengatur tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah. 

Sementara Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 merupakan pedoman penegasan batas wilayah. "PP tentang penyelesaian sengketa wilayah dan Permendagri mengenai penetapan batas daerah harus kita dorong juga untuk direvisi guna mengantisipasi kasus seperti ini terjadi lagi di kemudian hari,” jelas Irawan.

Di samping itu, Irawan menyoroti narasi-narasi yang beredar di tengah masyarakat berkenaan dengan isu 4 pulau tersebut. Meski di media sosial masalah sengketa wilayah ini menimbulkan kontroversi, ia menilai polemik tersebut tidak akan menyebabkan disintegrasi seperti yang dikhawatirkan sejumlah kalangan.

“Tidak akan ada disintegrasi. Kita sudah terikat perasaan (common soul) sebagai suatu bangsa dari Sabang sampai Merauke," tegas Legislator dari Dapil Jawa Timur V tersebut.

Komisi II DPR sendiri belum mengklarifikasi persoalan ini kepada Mendagri Tito Karnavian mengingat saat ini DPR tengah berada dalam masa reses sehingga belum ada rapat kerja dengan mitra-mitra pemerintah.

"Kalau masa sidang, Kemendagri selalu mengkomunikasikan dan menjelaskan hal-hal yang sifatnya strategis dan signifikan ke Komisi II," ungkapnya. 

Lebih lanjut, Irawan mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang disebut akan mengambil alih penyelesaian sengketa 4 pulau tersebut. Irawan berharap persoalan mengenai 4 pulau ini dapat cepat selesai dengan keterlibatan Prabowo.

"Sebagai anggota DPR RI, saya mengapresiasi keinginan politik tersebut karena akan membuat mekanisme penyelesaian lebih efektif dan lebih kredibel yang hasilnya dapat diterima oleh para pihak," jelasnya.

Berdasarkan informasi yang beredar, diketahui bahwa Presiden Prabowo Subianto disebut akan mengambil alih penyelesaian sengketa batas wilayah yang melibatkan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Irawan berpandangan bahwa Presiden Prabowo bukan mengambil alih tanggung jawab dan kewenangan Mendagri, melainkan ingin menyelesaikan dan memutuskan secara langsung kasus sengketa pulau antara Aceh dan Sumatera Utara. 

"Bukan mengambil alih tanggung jawab, tapi Presiden Prabowo berkehendak turun langsung mengatasi, menyelesaikan dan memutuskan persoalan ini," ujar Irawan.

Sebagai informasi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan Kepmendagri No. 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau telah melewati kajian letak geografis dan pertimbangan keputusan yang melibatkan berbagai instansi. Menurutnya, sengketa perbatasan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara memang rumit dan terjadi sudah lama.

Tito menyebut Kemendagri harus menetapkan batas wilayah empat pulau tersebut karena berkaitan dengan penamaan pulau yang harus didaftarkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia pun mengatakan tidak akan keberatan apabila Pemerintah Provinsi Aceh menggugat Keputusan Kementerian Dalam Negeri mengenai pemindahan empat pulau tersebut ke Sumut.

Terkait hal ini, Irawan meyakini Mendagri Tito Karnavian punya kemampuan menangani sengketa 4 pulau antara dua provinsi yang bertetangga itu. "Meskipun saya masih percaya dan meyakini, dengan hak dan kewenangan yang melekat pada Mendagri Tito Karnavian ditambah sederet pengalamannya, Mendagri juga memiliki kemampuan menyelesaikannya," katanya. 

Berdasarkan keterangan pimpinan Komisi II, DPR akan menjadwalkan pemanggilan terhadap Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf terkait sengketa 4 pulau. Namun menunggu masa reses selesai pada kisaran akhir Juni mendatang.

Komisi II DPR juga sekaligus akan memanggil Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon dan Bupati Tapanuli Tengah Masinto Pasaribu untuk menyelesaikan polemik tersebut. 

"Kami harap, persoalan sengketa ataupun polemik 4 pulau antara Aceh dan Sumut ini bisa segera terselesaikan dengan baik, dan dengan mengedepankan asas kekeluargaan dan persatuan," pungkas Irawan.