Pensiunan Jiwasraya Terancam tak dapat Hak, Nurdin Halid; Dorong Pembentukan Pansus Tata Kelola Dana Pensiun di BUMN

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI VI
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Nurdin Halid saat memimpin RDPU dengan Pengurus Pusat Persatuan Pos Indonesia, Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya dan Paguyuban Pensiunan PT Pertani, (30/6). Foto: dpr.go.id

Pensiunan Jiwasraya Terancam tak dapat Hak, Nurdin Halid; Dorong Pembentukan Pansus Tata Kelola Dana Pensiun di BUMN

Jakarta - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Nurdin Halid mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dalam melindungi para pensiunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang saat ini menghadapi kondisi yang memprihatinkan. Hal tersebut disampaikan Nurdin saat membuka agenda Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI dengan Pengurus Pusat Persatuan Pos Indonesia, Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya dan Paguyuban Pensiunan PT Pertani di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Senin (30/6/25).

Persoalan ini menjadi perhatian Nurdin usai terungkap ribuan pensiunan dari PT Asuransi Jiwasraya, Paguyuban Pensiunan PT Pertani, dan PT Pos Indonesia terancam kehilangan hak-hak dasar mereka akibat kebijakan internal perusahaan. 

“Kita tidak bisa membiarkan negara abai terhadap nasib mereka yang sudah puluhan tahun mengabdi. Ini menyangkut hak hidup dan martabat manusia,” kata Nurdin.

Sebagai informasi, diketahui bahwa PT Asuransi Jiwasraya yang kini berada dalam proses pembubaran tercatat masih memiliki utang kewajiban sebesar Rp354 miliar kepada lebih dari 2.300 pensiunan. Hingga akhir 2024, perusahaan baru membayarkan Rp132 miliar dari total kewajiban Rp486 miliar. Proses pembayaran direncanakan berlangsung hingga 2028, namun jumlah yang diterima para pensiunan tidak penuh dan jauh di bawah nilai manfaat seharusnya.

Disisi lain, PT Pos Indonesia sejak 1 Mei 2025 secara sepihak menghapus empat komponen tunjangan pensiun di antaranya tunjangan pangan, tunjangan perbaikan penghasilan, iuran BPJS Kesehatan, dan sumbangan duka. Akibatnya, lebih dari 22.000 pensiunan hanya menerima pensiun pokok, bahkan sebagian hanya mendapat Rp166.000–Rp365.000 per bulan.

Perusahaan hanya mengganti penghapusan itu dengan "bantuan pensiunan" maksimal Rp100.000, itupun hanya untuk yang berpenghasilan di bawah Rp1,2 juta. Kebijakan ini memicu aksi unjuk rasa pensiunan di berbagai daerah, termasuk Bandung, Purworejo, dan Mataram.

Sementara itu, Paguyuban Pensiunan PT Pertani kini juga berada di tengah ketidakpastian atas hak pensiun akibat pembubaran Dana Pensiun Pertani. Meski OJK telah membentuk tim likuidasi sejak Mei 2024, hingga kini belum ada kejelasan lebih lanjut. Sebab itu, Paguyuban Pensiunan PT Pertani mendesak agar proses ini bisa dipercepat dengan sistem yang transparan dan adil.

"Kebijakan ini sangat tidak manusiawi. Kami meminta pemerintah turun tangan untuk mengembalikan hak-hak itu. Ini jelas tidak adil. Pensiunan tidak boleh jadi korban kebangkrutan atau salah urus korporasi," tegas Nurdin Halid

Maka dengan itu, ia meminta Kementerian BUMN untuk segera mengevaluasi seluruh skema pensiun BUMN dan menyusun kebijakan penyelamatan hak-hak pensiunan. Dirinya juga mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPR untuk menelusuri tata kelola dana pensiun di lingkungan BUMN.

“Negara tidak bisa hanya hadir saat BUMN untung. Ketika rakyat dirugikan, negara wajib berdiri di garis depan,” pungkas Nurdin Halid