Ranny Fahd A. Rafiq: Indonesia di Ambang Darurat Gula, Diabetes Bukan Lagi Sekadar Penyakit

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI IX
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Golkar, Ranny Fahd A. Rafiq

Ranny Fahd A. Rafiq: Indonesia di Ambang Darurat Gula, Diabetes Bukan Lagi Sekadar Penyakit

Jakarta, 10 Juli 2025 — Gelombang senja perlahan merayap di ufuk Jakarta, memudarkan siluet gedung-gedung pencakar langit yang menjulang. Di tengah hiruk-pikuk ibu kota, sebuah ancaman tak kasat mata terus menggerogoti jutaan nyawa secara perlahan namun pasti: diabetes.

“Ini bukan sekadar penyakit fisik. Ini adalah manifestasi perubahan peradaban, refleksi dari pilihan kolektif, dan warisan historis yang kini memuncak dalam krisis,” ujar Ranny Fahd A. Rafiq, Anggota Komisi IX DPR RI, dalam pernyataan resminya di Jakarta, Kamis (10/7).

Menurut Ranny, Indonesia yang kaya akan rempah dan cita rasa kini tengah berada di ambang darurat gula. “Ini adalah paradoks menyakitkan. Bangsa yang dulu cemerlang dalam strategi dan maritim, kini justru kalah oleh godaan gula,” tegasnya.

Ia menilai fenomena diabetes bukan lagi persoalan medis semata, melainkan kegagalan kolektif dalam mengendalikan naluri purba yang dimanjakan oleh makanan olahan dan minuman manis. “Kita terjebak dalam labirin dopamin instan yang ditawarkan setiap gigitan,” lanjutnya.

Ranny mengajak publik untuk kembali menyadari bahwa tubuh manusia adalah mahakarya evolusi yang dirancang untuk bergerak dan hidup selaras dengan alam. Namun, gaya hidup modern telah memenjarakan tubuh dalam pola makan instan yang destruktif.

“Lonjakan penderita diabetes tipe 2 sangat mengkhawatirkan. Data Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 10 juta kasus pada 2023, dan diperkirakan melampaui 20 juta pada 2024. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah tanda kegagalan kita memahami bisikan kebijaksanaan tubuh,” ungkapnya.

Ranny juga merujuk data global dari World Health Organization (WHO) yang mencatat 422 juta penderita diabetes tipe 2 di seluruh dunia. Sementara data Federasi Diabetes Internasional (IDF) menyebutkan 537 juta orang dewasa usia 20–79 tahun hidup dengan diabetes pada 2021. Angka ini terus meningkat.

Menurutnya, globalisasi telah membawa kolonisasi selera. “Pangan kini lebih banyak produk pabrik. Gula, yang dulunya barang mewah, kini melimpah dan menyelinap dalam hampir setiap sajian,” tuturnya.

Sebagai Anggota Badan Anggaran DPR RI, Ranny menyoroti lemahnya kebijakan publik dalam menanggulangi krisis ini. Ia menyebut bahwa permasalahan diabetes bukan hanya urusan medis, melainkan juga soal kebijakan, kesadaran kolektif, dan dominasi industri pangan yang manipulatif sejak usia dini.

“Ibarat kapal besar yang tengah berlayar di samudra gula, Indonesia perlahan terkikis di bagian lambungnya. Kita sibuk menikmati yang manis di atas, tapi lupa akan kerusakan di bawah,” ucap istri dari Fahd A. Rafiq itu.

Ranny menegaskan, gejala seperti kelelahan, peningkatan berat badan, dan pandangan kabur seringkali diabaikan. Padahal, akar masalahnya ada pada pola makan dan gaya hidup.

Ia pun mengingatkan ancaman masa depan yang distopia: rumah sakit menjadi pabrik perbaikan tubuh akibat diabetes—dengan amputasi, cuci darah, dan kebutaan sebagai rutinitas medis.

“Pertanyaannya sekarang: apakah kita akan membiarkan tubuh kita menjadi medan perang glukosa, atau kita rebut kembali kendali dengan kesadaran dan kebijakan cerdas?” pungkasnya. Ranny pun mengajak publik untuk bertanya pada diri sendiri, “Adakah teman atau saudara kita yang menderita diabetes, namun dianggap remeh?”