Cek Endra: Reklamasi Pasca Tambang Harus Jadi Karbon Sink untuk Dongkrak Ekonomi Hijau

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI XII
Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi Partai Golkar, Cek Endra

Cek Endra: Reklamasi Pasca Tambang Harus Jadi Karbon Sink untuk Dongkrak Ekonomi Hijau

1 Agustus 2025 — Anggota Komisi XII DPR RI, Cek Endra, menegaskan bahwa reklamasi pasca tambang harus diintegrasikan dengan program karbon agar memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Menurutnya, pendekatan ini bukan hanya memenuhi kewajiban lingkungan, tetapi juga menjadi sumber pendapatan baru melalui perdagangan karbon di pasar domestik maupun internasional.

“Reklamasi jangan sekadar menutup lubang tambang. Lahan bekas tambang harus menjadi karbon sink yang mampu menghasilkan kredit karbon untuk mendukung target Net Zero Emission 2060. Ini peluang ekonomi hijau yang harus kita tangkap,” kata Cek Endra dalam rilisnya yang diterima wartawan, Jum'at (1/8).

Cek Endra menjelaskan, potensi ekonomi dari program karbon sangat signifikan. Berdasarkan proyeksi IDXCarbon, nilai perdagangan karbon di Indonesia diperkirakan mencapai Rp3.000 triliun hingga 2030. Dengan harga karbon global berada di kisaran USD 5–20 per ton CO?, reklamasi berbasis reforestasi mampu menghasilkan pendapatan miliaran dolar. “Setiap hektar lahan bekas tambang yang direklamasi dengan hutan atau agroforestri dapat menyerap 200–300 ton CO? per tahun. Jika kita mengelola 1 juta hektar, potensi penyerapan bisa mencapai 200 juta ton CO? atau setara USD 2–4 miliar per tahun di pasar karbon internasional. Ini bukan beban biaya, tapi investasi jangka panjang,” tegas politisi asal Partai Golkar itu.

Benchmark Global:

Australia: Terapkan rehabilitation bond dan offset karbon melalui Emissions Reduction Fund.

Kanada: Reklamasi progresif dengan hutan dan habitat satwa dalam skema carbon offset program.

Jerman: Transformasi tambang lignit menjadi danau wisata dan PLTS sebagai bagian dari transisi energi.

Afrika Selatan: Bekas tambang batubara dialihkan untuk agroforestri karbon, dijual ke pasar sukarela global.

“Indonesia punya keunggulan iklim tropis yang memiliki daya serap karbon tinggi. Jika kebijakan insentif dan tata kelola reklamasi diperkuat, kita bisa menjadi benchmark global dalam green mining,” ujar legislator asal daerah pemilihan Jambi itu.

Ia menambahkan, melalui Komisi XII DPR akan mendorong sejumlah langkah strategis, antara lain pemberian insentif fiskal bagi perusahaan yang mengintegrasikan reklamasi dengan proyek karbon, pengurangan jaminan reklamasi untuk tambang yang memenuhi target karbon sink, dan kewajiban registrasi proyek di IDXCarbon untuk transparansi. “Kolaborasi investasi hijau melalui kemitraan publik-swasta juga harus diperkuat agar proyek ini berjalan cepat,” jelasnya.

Cek Endra juga menegaskan bahwa insentif fiskal untuk proyek karbon dapat dikompensasi melalui penerimaan baru. “Dampak ekonominya jauh lebih besar. Penerimaan negara bisa diperoleh dari pajak karbon, dividen BUMN tambang, dan investasi baru yang masuk karena citra ESG yang lebih baik. Insentif ini harus dilihat sebagai investasi strategis, bukan beban anggaran,” pungkasnya.