Ahmad Labib; Optimalisasi KEK, Strategi Atasi Ketertinggalan Produktivitas Manufaktur Indonesia

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Ahmad Labib

Ahmad Labib; Optimalisasi KEK, Strategi Atasi Ketertinggalan Produktivitas Manufaktur Indonesia

Jakarta, 5 Agustus 2025 — Anggota Komisi VI DPR RI, Ahmad Labib, menyoroti capaian indeks produktivitas manufaktur Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data Purchasing Managers’ Index (PMI) terbaru dari S&P Global untuk Juli 2025, Indonesia hanya mencatat skor 49,2, masih di bawah ambang batas ekspansi (50) dan menjadi yang terendah di kawasan.

“Ini peringatan serius. Sementara negara tetangga seperti Vietnam (52,4), Thailand (51,9), dan Filipina (50,9) mulai kembali ke jalur ekspansi, kita justru masih bergulat dengan kontraksi yang sudah terjadi selama beberapa bulan berturut-turut,” ujar Ahmad Labib.

PMI Indonesia memang menunjukkan sedikit perbaikan dari bulan sebelumnya (46,9 di Juni dan 47,4 di Mei), namun masih mencerminkan tren stagnasi sektor manufaktur nasional. Sementara itu, rata-rata PMI manufaktur kawasan ASEAN sudah kembali ke zona ekspansi pada Juli dengan angka 50,1.

Ahmad Labib menilai perlunya langkah strategis dan percepatan pemulihan industri manufaktur, salah satunya melalui optimalisasi peran Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“KEK seharusnya menjadi motor penggerak industrialisasi dan pusat pertumbuhan baru. Namun, selama ini KEK masih terhambat oleh birokrasi dan koordinasi lintas sektor yang lamban,” tegas Labib.

Ia mendesak agar otoritas KEK diberikan kewenangan penuh untuk menangani perizinan, investasi, ketenagakerjaan, hingga pengelolaan infrastruktur secara terintegrasi.

“Berbagai urusan sebaiknya bisa diselesaikan langsung di tingkat otoritas KEK tanpa harus bergantung ke kementerian atau lembaga pusat. Ini akan mempercepat proses investasi dan produksi,” tambahnya.

Ahmad Labib juga mendorong pemerintah untuk menyalurkan stimulus pembiayaan yang terarah ke sektor industri bernilai tambah tinggi di dalam KEK. Langkah ini penting agar Indonesia tidak lagi bergantung pada ekspor komoditas mentah dan bisa naik kelas sebagai negara industri manufaktur yang kompetitif di kawasan.

“Ini momentum untuk membenahi fondasi industri kita. Jangan sampai Indonesia tertinggal lebih jauh di tengah pemulihan regional yang sudah mulai menggeliat,” pungkasnya.