

Hamka B. Kady : Perlu Definisi yang Jelas dalam Klasifikasi Jenis Perusahaan Jasa Transportasi Berbasis Online di Indonesia yang Sesuai Aturan
Jakarta - Komisi V DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PT. GOTO Gojek Tokopedia, PT. Grab Teknologi Indonesia, dan PT. Teknologi Perdana Indonesia (Maxim Indonesia) di Komplek Parlemen Senayan, rabu (5/3/25).
Adapun agenda pembahasan RDPU tersebut diantaranya meminta masukan dari perusahaan pelayanan jasa transportasi berbasis online terkait penyusunan Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam pandangan RDPU tersebut, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Hamka B. Kady menjelaskan bahwa perusahaan pelayanan jasa transportasi berbasis online di Indonesia belum memiliki klasifikasi yang jelas berdasarkan peraturan yang ada di Indonesia.
Hamka mempertanyakan mengenai definisi dari perusahaan transportasi berbasis online di Indonesia agar dapat dijadikan acuan dalam merumuskan aturan perundang-undangan dan aturan turunan lainnya.
“Definisi perusahaan bapak apa? Apakah hanya perusahaan aplikator saja, atau aplikator transportasi? Atau perusahaan transportasi? Sulit untuk kita masukan di dalam undang-undang Nomor 22 ini,” jelas Hamka.
Hamka menilai bahwa penting pemahaman definisi perusahan-perusahaan tersebut mengingat banyaknya masyarakat yang sudah bermitra pada perusahaan tersebut.
“Ini yang harus di luruskan, karena bapak-bapak juga sudah berkontribusi, kasian sudah jutaan juga rakyat menggantungkan hidupnya untuk hidup di negara ini.”
Lebih lanjut, Hamka menjelaskan mengenai pemaknaan perusahaan transportasi yang sudah sesuai dengan pemaknaan dari UU Nomor 22 Tahun 2009.
“Kalau mau mendefinisikan diri sebagai perusahaan transportasi, yang benar perusahaan transportasi yang menggunakan online dan offline itu adalah Bluebird, itu yang benar, kalau kita kembali pada persoalan dasarnya.” lanjutnya.
Selain itu, Hamka juga menilai bahwa banyak aturan-aturan yang cacat hukum mengenai pemaknaan yang salah dari UU LLAJ yang mengatur mengenai transportasi umum.
“Saya kira memang memerlukan kajian yang lebih dalam, karena kalau kita telusuri mulai dari UU nomor 22 tentang LLAJ yang mengatur mengenai transportasi, semua peraturan menteri disini yang ada boleh saya katakan cacat hukum”, tegasnya
Meskipun demikian, Hamka berharap bahwa revisi UU nomor 22 ini dapat menghasilkan aturan yang baik dan dapat mengakomodir sehala kepentingan, baik itu bagi perusahaan jasa transportasi, maupun masyarakat secara luas yang sudah menggantungkan hidup mereka melalui perusahaan-perusahaan jasa transportasi tersebut.
“Karena dasarnya UU nomor 22 itu bukan begitu maknanya, jelas-jelas diatur bahwa roda dua ridak bisa digunakan jadi angkutan umum, tapi karena sudah banyak orang yang menggunakan itu, terpaksa kita bisa paham, harus kita rubah sebaik-baiknya undang-undang yang akan kita revisi”, pungkasnya