Abraham Sridjaja Tekankan Pentingnya Kepatuhan Pelaku Penyiaran terkait Perizinan

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI I
Anggota Komisi I DPR RI Abraham Sridjaja dalam pembahasan RUU Penyiaran bersama berbagai pemangku kepentingan di Surabaya, (26/9). Foto : dpr.go.id

Abraham Sridjaja Tekankan Pentingnya Kepatuhan Pelaku Penyiaran terkait Perizinan

Jakarta — Anggota Komisi I DPR RI Abraham Sridjaja menekankan pentingnya kepatuhan seluruh pelaku penyiaran terhadap ketentuan perizinan. Hal tersebut ia sampaikan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran bersama berbagai pemangku kepentingan di Surabaya, Jumat (26/9/25)

Menurutnya, baik media konvensional maupun platform digital harus memiliki izin resmi sebagai syarat utama untuk beroperasi. 

"Jadi semua platform-platform ini yang konvensional harus ada izin, yang digital pun juga harus ada izin. Kalau nggak ada izin ya tidak boleh beroperasi, kan hakikatnya seperti itu," tegasnya. 

Abraham menekankan bahwa keberadaan izin bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk perlindungan hukum bagi pelaku usaha sekaligus jaminan agar konten yang disiarkan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Lebih lanjut, Politisi Partai Golkar ini menyoroti kondisi di lapangan, khususnya radio swasta yang masih belum mengantongi izin resmi. "Maka tadi saya juga sampaikan terhadap teman-teman dari radio swasta yang belum punya izin, itu nggak boleh diberikan, harus disurati. Itulah tugas KPID untuk mengatakan mereka tidak boleh beroperasi sampai mereka mendapatkan izin. Izin itu adalah rohnya mereka untuk bergerak," ucapnya menekankan peran penting Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dalam pengawasan.

Menurutnya, pengawasan ketat dari KPID akan memastikan penyelenggara siaran benar-benar patuh pada ketentuan hukum. Ia menambahkan bahwa izin penyiaran bukan hanya simbol legalitas, tetapi juga mekanisme untuk melindungi kepentingan publik agar siaran tetap mengedepankan kualitas, akurasi, serta nilai edukatif yang dibutuhkan masyarakat.

Abraham juga menyoroti tantangan perbedaan regulasi di tingkat pusat dan daerah. Ia berharap revisi UU Penyiaran dapat menjadi landasan hukum yang kuat sekaligus menyatukan berbagai aturan yang selama ini kerap menimbulkan hambatan. 

"Itu yang kalau misalnya mereka masih tersandung oleh PERDA, dalam undang-undang penyiaran yang baru ini diharapkan bisa menjadi sapu jagad, bisa mengakomodir semuanya," jelasnya.

Abraham menekankan bahwa dengan adanya regulasi yang komprehensif, proses perizinan penyiaran akan lebih jelas dan tidak menimbulkan perbedaan tafsir antarwilayah. 

“Undang-undang yang direvisi ini diharapkan mampu menyesuaikan dengan perkembangan teknologi digital, sehingga semua penyelenggara penyiaran, baik yang berbasis radio, televisi, maupun platform digital, mendapatkan panduan yang sama dan pasti,” pungkasnya.