Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, M. Sarmuji
Fraksi Golkar DPR Dorong Pendidikan Keagamaan Masuk Alokasi Dana Pendidikan di APBN
Jakarta - Fraksi Partai Golkar DPR RI mengusulkan agar lembaga pendidikan pondok pesantren mendapat jatah dana pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI M. Sarmuji menyebut alokasi dana pendidikan ini dibutuhkan agar lembaga pendidikan keagamaan contohnya pesantren bisa seperti lembaga pendidikan lain sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
“Fraksi Partai Golkar mendukung penuh agar pendidikan keagaamaan seperti pesantren masuk dalam revisi UU Sisdiknas. Ini penting supaya pondok pesantren juga mendapatkan hak pendanaan dari APBN sebesar 20 persen, sama seperti lembaga pendidikan lainnya,” kata Sarmuji dalam keterangannya, Minggu (12/10/25).
Menurutnya, pondok pesantren juga memiliki peran besar dalam membentuk karakter dan moral peserta didiknya untuk bangsa.
Namun, Sarmuji menerangkan bahwa hingga saat ini banyak pesantren yang masih bertahan dengan dana swadaya masyarakat dan sumbangan sukarela.
“Jangan biarkan pesantren berjuang sendirian. Negara harus hadir secara sistematis dan berkelanjutan, bukan hanya dengan bantuan insidental,” tegasnya.
Sarmuji yang juga merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golkar ini mencontohkan soal peristiwa yang menimpa pondok pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur.
Ia mengatakan bahwa insiden yang menewaskan puluhan siswanya itu menjadi.pengingat bahwa perhatian negara terhadap pesantren harus bersifat struktural, bukan sekadar karitatif atau mendapat bantuan saat sudah terjadi musibah.
“Pondok Al Khoziny sempat mendapatkan bantuan dari APBN. Itu bukti bahwa ketika negara hadir, pesantren bisa mendapatkan fasilitas yang lebih baik." Katanya.
"Tapi yang lebih penting, kita perlu memastikan agar lembaga pendidikan agama berbasis swadaya masyarakat ini mendapatkan dukungan anggaran secara kontinyu ke depan,” imbuh Sarmuji.
Ia menilai, jika pesantren dimasukkan secara eksplisit dalam revisi UU Sisdiknas, maka keberlanjutan pendanaannya akan terjamin dan tidak bergantung pada kebijakan tahunan.
Dengan demikian, pesantren bisa meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidiknya tanpa kehilangan jati diri kemandirian yang menjadi ciri khasnya.
“Negara tidak boleh hanya mengakui peran pesantren secara moral, tetapi juga harus menegaskannya secara fiskal," tuturnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan pihaknya akan memperjuangkan agar rumusan Revisi UU Sisdiknas yang baru benar-benar mencerminkan keadilan bagi seluruh bentuk satuan pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal, nonformal, maupun berbasis keagamaan.
“Pesantren bukan pelengkap pendidikan nasional, melainkan pondasi moral bangsa. Maka hak mereka atas dana pendidikan dari APBN adalah bentuk penghormatan negara terhadap kontribusi besar pesantren dalam sejarah pendidikan Indonesia,” pungkasnya.
