Purnamasidi; Perlu Adanya Rumusan Jelas terkait Durasi Penerapan Kurikulum Nasional

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI X
Anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi saat RDPU bersama sejumlah pemangku kepentingan pendidikan (22/9), Foto: dpr.go.id

Purnamasidi; Perlu Adanya Rumusan Jelas terkait Durasi Penerapan Kurikulum Nasional

Jakarta - Komisi X DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama sejumlah pemangku kepentingan pendidikan dengan agenda pembahasan terkait masukan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang digelar di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan,, Senin (22/9/25).

Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Ketua Perkumpulan Politeknik Swasta Indonesia (PELITA), Ketua Lembaga Kajian Islam dan Transformasi Sosial (LKIS), Ketua Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (ASAH PENA), Ketua Konsorsium Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia (KMPPI), serta Forum Direktur Politeknik Negeri se-Indonesia (FDPNI).

Pada kesempatan tersebut, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Muhammad Nur Purnamasidi menyoroti persoalan kurikulum yang kerap berubah setiap kali terjadi pergantian menteri. Menurutnya, hal ini menjadi hambatan bagi terciptanya konsistensi arah pendidikan nasional.

“Ini juga menjadi bagian dari yang sering kami protes ketika ganti menteri, ganti kurikulum seperti itu. Sehingga kemudian kami sampai berpikir, sesungguhnya kurikulum itu yang ideal, itu kita laksanakan dalam rentang waktu berapa lama?” kata Purnamasidi dalam RDPU tersebut.

Purnamasidi menegaskan bahwa perubahan kurikulum tidak bisa dilakukan secara instan. Penyusunan yang matang memerlukan kajian mendalam serta waktu penerapan yang cukup sebelum diputuskan untuk dilakukan perubahan substantif.

“Ini memang butuh pendalaman yang luar biasa. Satu kurikulum itu boleh kita nyatakan bisa diubah secara substantif itu setelah diterapkan berapa lama?” tegasnya.

Lebih lanjut, Purnamasidi menilai praktik pergantian kebijakan yang berbasis proyek kerap membuat pendidikan tidak fokus pada tujuan utamanya.

“Karena kalau tidak ada rumusan itu, ya sudah nanti ganti kebijakan, ganti kurikulum. Karena kami, saya terutama secara pribadi melihat kurikulum kita ini berbasis proyek gitu loh. Menteri datang dengan proyek yang baru, ganti kurikulum. Selalu begitu. Padahal kan tujuan pendidikan kita bukan di situ,” jelasnya.

Purnamasidi juga menekankan perlunya masukan dari berbagai pihak terkait durasi ideal penerapan kurikulum. Hal ini penting agar kebijakan pendidikan nasional memiliki landasan kuat dan berkesinambungan.

“Nah ini kami perlu masukan. Berapa lama sesungguhnya kurikulum itu harus dilakukan, dilaksanakan, kemudian baru secara substantif kita bisa ubah,” ujarnya.

Sebagai informasi, sistem pendidikan di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan kurikulum. Sejak masa Kemerdekaan, pemerintah telah memberlakukan kurikulum 1947, 1968, 1975, 1984, 1994, hingga 2006 yang dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 

Selanjutnya, Kurikulum 2013 (K-13) diterapkan secara bertahap sejak 2013, dan kini tengah berlangsung penerapan Kurikulum Merdeka yang dimulai pada 2022. Perubahan yang cukup sering ini kerap menuai sorotan karena dianggap belum memberi kesempatan cukup untuk dievaluasi secara komprehensif.