Umbu Kabunang Ungkap 75 Persen Napi di NTT Terlibat Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI XIII
Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai Golkar, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga

Umbu Kabunang Ungkap 75 Persen Napi di NTT Terlibat Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak

Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai Golkar, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga ungkapkan fenomena mengejutkan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dimana sebanyak 75 persen narapidana yang mendekam di 18 lapas dan rutan di NTT merupakan pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

“NTT sedang dilanda krisis moral dan etika,” tegas Rudi Kabunang saat melakukan kunjungan di Kupang, Selasa (1/4/25).

Saat kunjungan ke sejumlah lapas dan rutan di daratan Timor, Umbu menemukan fakta yang mengkhawatirkan. Bahkan di salah satu lapas khusus anak, terdapat 33 anak binaan yang menjadi pelaku pelecehan seksual.

“Anak-anak pelaku ini berusia antara 12 hingga 18 tahun. Selain itu, ada juga pelaku dari kalangan pria dewasa hingga kakek-kakek,” katanya. 

Umbu menyoroti bahwa lemahnya pengawasan orang tua menjadi salah satu penyebab utama maraknya kasus ini. Banyak korban berasal dari keluarga broken home atau ditinggalkan orang tua, seperti ibu yang merantau ke luar negeri.

“Ini sangat miris bagi generasi muda NTT. Pengaruh internet dan media sosial yang tidak diawasi dengan baik juga menjadi faktor pemicu,” katanya.

Umbu juga mengajak para tokoh agama seperti pendeta, pastor, dan ulama untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar lebih peduli terhadap pengawasan anak-anak mereka.

Disamping itu, guru di sekolah juga diharapkan memberikan pemahaman kepada siswa agar tidak terjerumus dalam tindakan kekerasan seksual. 

Dari sisi ekonomi, mayoritas pelaku berasal dari kalangan menengah ke bawah. Bahkan terdapat pelaku berusia 65 tahun yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak tiri dan anak kandungnya sendiri.

Persoalan tersebut juga diperkuat dari pernyataan Kepala Ditjen Pemasyarakatan NTT, Maliki. Ia mengungkapkan bahwa sejak dua tahun menjabat, dirinya menemukan banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi di pedesaan akibat kurangnya pantauan orang tua.

“Salah satu faktor penyebab utama adalah konsumsi minuman keras tradisional (moke). Kasus ini banyak terjadi di daerah pedesaan,” ungkap Maliki.

Ia juga mencontohkan seorang kakek berusia 65 tahun di Niki-Niki, TTS, yang telah tiga kali masuk penjara karena kasus serupa. Begitu bebas, ia kembali mengulangi perbuatannya.

Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak di NTT tergolong berat. Pidana minimal yang dijatuhkan adalah 8 tahun penjara, sedangkan maksimalnya mencapai 20 tahun.

DPR RI bersama aparat penegak hukum terus mendorong penegakan hukum yang lebih tegas serta upaya pencegahan melalui edukasi kepada masyarakat. Sehingga diharapkan generasi muda NTT dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih aman dan terlindungi.