

Komisi II Agendakan Raker dengan Mendagri terkait Evaluasi Retret Kepala Daerah
Jakarta - Komisi II DPR RI berencana untuk memanggil Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengenai evaluasi pelaksanaan retret kepala daerah yang telah berlangsung.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum melakukan evaluasi formal terhadap pelaksanaan retret kepala daerah yang pertama.
Oleh karena itu, DPR akan menanyakan hal tersebut dalam rapat kerja dengan Mendagri Tito yang dijadwalkan setelah masa reses DPR.
"(Evaluasi) formalnya belum ya, tentu nanti mungkin dalam waktu dekat ada rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri. Saya kira itu juga nanti perlu untuk ditanyakan ya, apa evaluasi dari retret yang pertama," kata Doli yang dikutip dari siaran Kompas TV, rabu (2/4/25).
Walaupun evaluasi resmi belum dilakukan, Doli mengaku telah memantau secara informal dengan bertanya langsung kepada kepala daerah di daerah pemilihannya. Ia ingin mengetahui manfaat, dampak positif, serta kekurangan dari program retret kepala daerah tersebut.
"Saya kan juga monitor misalnya saya kan juga punya daerah pemilihan yang punya kepala-kepala daerah. Saya tanya sama mereka, apa manfaatnya, apa yang positif didapat, apa kurangnya. Nah, bahan-bahan ini nanti akan kita bahas pada saat memang ada rapat kerja itu," jelasnya.
Doli juga menyebut tujuan utama dari retret adalah agar pesan yang ingin disampaikan kepada kepala daerah dapat diterima dengan baik. Oleh karena itu, ia menilai perlu ada cara yang lebih efisien dalam penyelenggaraannya.
"Yang penting pesannya tuh sampai. Jadi, ya dicari cara yang paling efisien. Kalau memang bisa dekat, kenapa harus jauh? Kalau memang bisa lebih murah, kenapa lebih mahal?" ujarnya.
Diketahui sebelumnya bahwa Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyebut retret kepala daerah kedua akan dilaksanakan setelah Lebaran. Retret kedua ini diperuntukkan bagi kepala daerah yang belum sempat ikut gelombang pertama karena masih bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).