Raker dengan Kementerian Hukum, Komisi XIII : Transparansi Proses Amnesti serta Dorong Digitalisasi Layanan Hukum

  1. Beranda
  2. Berita
  3. KOMISI XIII
Anggota Komisi XIII DPR RI Dr. Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, SH, MH,. saat Rapat Kerja dengan Kementerian Hukum RI di Komplek Parlemen, Jakarta, (17/2). Foto, (yt : TVR Parlemen)

Raker dengan Kementerian Hukum, Komisi XIII : Transparansi Proses Amnesti serta Dorong Digitalisasi Layanan Hukum

Jakarta - Komisi XIII DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Hukum RI dengan agenda pembahasan kebijakan strategis terkait Pemberian Amnesty, Peraturan Perundang-Undangan, Administrasi Hukum, Hak kekayaan Intelektual, serta masalah Aktual lainnya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, senin (17/2/25)

Dalam Raker tersebut, Komisi XIII DPR RI menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian amnesti bagi warga binaan yang didasarkan pada instrumen yang akurat dan berbasis data yang transparan.

Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Golkar, Dr. Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga menegaskan bahwa pemberian amnesti harus sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengatur pemberian grasi, rehabilitasi, dan amnesti oleh Presiden.

“Komisi XIII menegaskan bahwa pemberian amnesti harus berlandaskan basis data yang akurat, transparan, dan akuntabel guna memastikan keseimbangan antara kepentingan hukum, hak korban, serta aspek kemanusiaan,” ungkap Umbu usai Raker tesebut.

Selain persoalan menyangkut amnesti, Komisi XIII DPR RI juga menyoroti pentingnya penguatan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) melalui regulasi yang responsif. Hal ini bertujuan guna memberikan kepastian hukum bagi para pemilik hak cipta, paten, dan merek dagang di Indonesia.

Umbu Kabunang menekankan bahwa reformasi di sektor fidusia, terutama dalam pendaftaran dan eksekusi objek fidusia perlu segera dioptimalkan. Hal ini guna memastikan perlindungan hukum bagi konsumen serta meningkatkan kontribusi fidusia terhadap PNBP negara.

“Jadi memang fiducia ini, jika negara menuntut PNBP, fakta dilapangan pak, jadi kredit pembiayaan kendaraan bermotor atau objek fiducia yang bergerak itu kadang-kadang foducia itu hanya diungkapkan dalam akta, tapi tidak diterapkan dalam pendaftaran, jadi akta notaris disebutkan di fidusiakan tapi faktanya tidak di daftarkan. Ini penyesiasatan lembaga pembiayaan untuk tidak mengeluarkan biaya pendaftaran fiducia.” Jelasnya

Sementara itu, terkait mengenai Digitalisasi Layanan Hukum, Umbu Kabunang mendesak percepatan digitalisasi layanan hukum yang mengedepankan keamanan, transparansi, dan efisiensi. Sehingga dgitalisasi diharapkan dapat mempermudah akses masyarakat terhadap layanan hukum, sekaligus mengurangi birokrasi yang berbelit.

“Transformasi digital dalam layanan hukum harus menjamin keamanan data dan tidak mengurangi kualitas perlindungan hukum serta supremasi hukum di Indonesia,” tegas Umbu