Anggota Baleg DPR RI Firman Soebagyo dalam Raker Baleg DPR RI bersama Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, dan Menteri Perdagangan, (4/9). Foto : dpr.go.id
Firman Soebagyo Tegaskan Pentingnya Penyusunan RUU Komoditas Strategis guna Lindungi Sektor Unggulan Nasional
Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo menegaskan pentingnya penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komoditas Strategis sebagai upaya melindungi produk-produk unggulan nasional yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Menurutnya, komoditas strategis merupakan barang atau produk yang tidak hanya memiliki nilai ekonomi besar, tetapi juga berkontribusi nyata terhadap pembangunan nasional. Komoditas ini dapat berupa bahan pangan, bahan baku industri, hingga sumber energi yang vital bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan kemajuan negara.
“Oleh karena itu, komunitas strategis ini adalah barang atau produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan berkontribusi nyata pada perekonomian nasional. Komunitas strategis dapat berupa bahan pangan, bahan baku industri atau sumber energi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan pembangunan negara,” kata Firman dalam Raker Baleg DPR RI bersama Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, dan Menteri Perdagangan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (4/9/25).
Firman menyoroti lemahnya perhatian terhadap sektor pertanian nasional, di mana diskursus publik cenderung hanya berfokus pada komoditas beras. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar pada komoditas lain seperti sawit, tembakau, singkong, dan tebu. Firman menilai, pengabaian terhadap komoditas tersebut menyebabkan Indonesia kerap menjadi sasaran diskriminasi dagang dari negara lain, khususnya terkait produk crude palm oil (CPO).
“Gagasan komoditas strategis di sektor perkebunan ini menarik. Kita punya sawit, tembakau, singkong, hingga tebu. Singkong, misalnya, bisa menjadi substitusi pangan sekaligus bahan baku bioetanol untuk energi baru terbarukan,” jelasnya
Firman juga mencontohkan negara-negara maju yang melindungi komoditas strategisnya melalui regulasi dan subsidi. Amerika Serikat, menurutnya, memiliki undang-undang yang melindungi gandum, kedelai, jagung, dan kapas. Turki pun memiliki undang-undang pertembakauan untuk menjaga daya saing ekspor.
“Negara-negara maju juga memiliki undang-undang terkait komoditas strategis. Contohnya Amerika yang melindungi empat komoditas unggulan dengan subsidi, tapi tidak pernah ditegur WTO. Sementara kalau Indonesia membuat kebijakan serupa, kita langsung ditegur. Kita tidak boleh diam saja,” ungkapnya
Firman juga menekankan bahwa RUU Komoditas Strategis harus menjadi instrumen perlindungan bagi komoditas dengan kontribusi besar pada perekonomian. Sebagai contoh, ia menyebut nilai ekonomi tembakau yang pada kuartal III mencapai Rp 216 triliun serta sawit yang pernah menyumbang Rp500–Rp700 triliun bagi negara.
“Undang-undang ini dibuat untuk melindungi komoditas strategis yang memiliki dampak besar bagi bangsa dan negara, sekaligus meningkatkan pendapatan negara serta kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya
